Jumat, 15 Juli 2011

TUHAN, DARA BENCI BUNDA..!!

Samar-samar aku mulai melihat sekelilingku, dan aku mulai melihat wajah yang selama ini aku benci. Rasanya aku muak melihat wajah itu. Ya Tuhan, sebesar apakah dosaku yang telah membenci bundaku sendiri?. Bencikah engkau pada aku yang membenci bundaku sendiri?. Selama ini rasa cintaku terhadap bunda tersirat rasa benci yang mendalam.
“dara, kamu sudah sadar nak” bisik bunda disampingku dengan penuh kelembutan mengelus rambutku.
Aku hanya bisa terdiam, dan perlahan ku mulai bisa melihat sekelilingku dengan jelas. Ruangan yang masih terasa asing bagiku, sebuah ruangan yang kecil berwarna putih dan bergorden putih. Aku tersadar bahwa Aku berada dirumah sakit. Aku mulai teringat kenapa aku berada dalam ruangan khusus ini.
**
Kejadian itu bermula ketika aku melihat bunda sepulang kerja diantar oleh lelaki lain.aku tak bisa terima semua itu.
 “aku sekarang tau, kenapa ayah pergi dari rumah, karena sebenarnya bunda selingkuh dengan laki-laki itu.” Kataku dengan nada tinggi ketika bunda baru memasuki rumah.
“dara, jaga mulutmu” bentak bunda padaku.
“emang bener kan, bunda selingkuh” kataku lagi
plaakk.. sebuah tamparan mendarat dipipiku, aku gak bisa berkata apa-apa, aku hanya memegangi pipiku yang terasa nyeri akibat tamparan bunda.
“maafkan bunda nak, kamu gak pernah tau kelakuan ayahmu diluar rumah, ayah pergi dari rumah karena dia sudah lama mempunyai istri lain”. Kata bunda dengan suara menahan tangis.
Perkataan bunda bagaikan petir yang menyambar. Rasanya begitu perih, perih itu bukan lagi dipipiku karena tamparan tadi. Tapi kali ini rasa perih itu menjalar direlung hatiku. Begitu sakitnya mendengar perkataan bunda tentang ayah. Tanpa aku sadari air mataku terjatuh dan aku langsung berlari meninggalkan bunda yang terdiam dan menangis.
Aku tak percaya semuanya jadi seperti ini, aku tak percaya jika memang itu alasan ayah meninggalkan rumah seminggu yang lalu. aku tak bisa mempercayai bunda. Karena selama ini ayahlah yang selalu aku banggakan, ayahlah yang selalu mengerti dara. Ayahlah yang selalu disamping dara saat dara kesepian. Dan selama ini bunda gak pernah sayang sama dara, slama ini bundalah yang selalu memicu sebuah pertengkaran.
Karena shock dengan kata-kata bunda, entah apa yang ada dipikiranku saat itu. Tanpa berpikir panjang lagi, aku nekat meminum beberapa butir obat tidur sekaligus, hinnga akhirnya aku tak ingat apa-apa.
**
“maafkan bunda nak” ucap bunda dengan suara yang menahan tangis sambil terus mencium keningku.
Aku masih tetep terdiam, tak sedikitpun aku mempunyai niatan untuk bicara. Aku masih belum bisa mempercayai omongan bunda, aku menganggap bunda membalikan sebuah fakta agar aku bisa menerima kepergian ayah. Agar sikapku berubah baik terhadap bunda. Tapi bunda salah, aku masih tak bisa menerima bunda tanpa ayah. Hanya ayah yang aku inginkan sekarang.  
****
Sepulangnya aku dari rumah sakit, aku tak pernah mau sedikitpun bicara sama bunda. aku masih shock dengan kejadian-kejadian yang aku alami. aku selalu berharap ini semua hanyalah mimpi buruk, dan aku ingin segera tersadar dari mimpi buruk ini. tapi ini bukan mimpi, ini sebuah kenyataan yang menyakitkan.
Waktu terus berjalan, hingga satu bulan berlalu sejak kepergian ayah, bunda tak lagi bekerja di kantor. Bunda mengundurkan diri dari pekerjaanya dan memilih berwirausaha sendiri. Bunda bilang gak mau membuat aku salah paham lagi tentang dia kalo bunda masih bekerja diluar. Tapi aku tetep tak peduli dengan semua itu, yang aku mau hanya ayah kembali kerumah. Sikapku terhadap bundapun tidak berubah. aku masih selalu mendiamkan bunda saat bunda mencoba memulai sebuah obrolan. Pertanyaan-pertanyaan yang aku anggap gak penting itu gak pernah ada jawaban dari mulutku. Kalaupun harus bicara, perkataanku pasti menyakitkan bunda.
“dara, ayo makan siang dulu, kebetulan dara pulangya cepet, bunda sudah menyiapkan makanan kesukaan dara”. Panggil bunda saat aku melintas ruang makan sepulang sekolah.
“dara sudah kenyang, dara mau istirahat” jawabku sambil terus berjalan menuju kamarku.
“dara, tunggu dulu, bunda mau bicara” cegah bunda sambil menahan tanganku
“dara gak mau ngomong sama bunda” sambil berusaha melepaskan pegangan bunda dari tanganku.
“dara, sampai kapan dara bersikap seperti ini sama bunda?.” Bujuk bunda sambil mencoba menahanku lagi.
“sampai ayah kembali kerumah ini”. Jawabku penuh emosi.
Aku berlalu meninggalkan bunda di ruang makan dengan wajah menahan tangis. Tangisku tumpah saat ku berada dikamar dan merasa benar-benar sendiri. Aku ingin ayah kembali, karena aku masih yakin ini semua kesalahan bunda. Aku masih kekeh dengan keyakinanku kalau ayah gak mungkin selingkuh, dan ayah gak pernah selingkuh.
Sudah satu bulan ini aku berusaha mencari ayah, tapi pencarianku selalu berakhir dengan kekecewaan. Aku gak pernah dapat informasi apa-apa tentang keberadaan ayah. Tapi aku gak pernah menyerah, aku selalu mencari ayah sepulang sekolah hingga larut malam. Sering juga aku bolos sekolah untuk mencari ayah.
****
Pagi ini aku masih sama dengan pagi kemaren, berangkat sekolah tanpa sepatah kata yang terucap untuk bunda. Aku berjalan menyusuri trotoar menuju sekolahku yang berjarak cukup jauh dari rumah. Aku duduk di bangku kelas 1 SMA Nusabangsa, salah satu SMA swasta di kota tempat tinggalku. Biasanya aku naik bis kota menuju sekolah, tapi kali ini aku memilih jalan kaki. Karena hari ini aku tidak ada niatan untuk pergi kesekolah. Aku hanya ingin mencari ayah.
Sampai ditengah perjalanan, aku melihat sekilas sosok orang yang selama ini aku rindukan. Aku tak percaya, setelah sekian lama aku mencarinya akhirnya hari ini aku bisa bertemu dengannya.
“ayah. .” gumamku tak percaya.
Aku langsung berlari menuju tempat ayah memarkir mobilnya disebuah rumah makan yang terlihat cukup sepi pengunjung. Aku melihat ayah tidak sendirian, ayah bersama seorang perempuan yang terbilang sedikit lebih muda dari bunda, dan seorang anak kecil sedang bergelanyut manja ditangan ayah. Aku bingung, siapa mereka yang bersama ayah?. Mereka terlihat seperti sebuah keluarga. Tapi aku tak peduli dengan semua itu, Tanpa berpikir lagi aku terus berlari menuju tempat itu.
“ayah, ,”panggilku ngos ngosan, dan langsung memeluk ayah.
“dara, ngapain kamu disini”? Tanya ayah yang masih kaget sambil melepaskan pelukannya dariku dan menarikku menjauh dari wanita dan anak kecil itu.
“dara mencari ayah, dara kangen sama ayah, kenapa ayah gak pernah pulang kerumah?.
“ayah tidak akan pulang kerumah lagi nak” jawab ayah
“kenpa yah? Ayah gak sayang lagi sama dara? Dara ingin sama ayah”
“Maafin ayah, tapi dara gak bisa ikut ayah.”
“kenapa yah,? Trus siapa wanita dan anak kecil itu, yah?” tanyaku dengan air mata trus mengalir dipipiku
Tak ada jawaban yang keluar dari mulut ayah, sampai akhirnya aku mendengar teriakan anak kecil itu pada ayah.
“papa, ayo makan, bunga sudah lapar”. .
Aku kaget saat dia memanggil ayah dengan sebutan papa, aku tidak bisa percaya dengan semua ini, rasanya aku tak punya kekuatan untuk beranjak dari tempat itu, aku masih terpaku.
“ayah jahat, .” teriakku sambil berlari meninggalkan ayah, meninggalkan tempat itu, aku tidak lagi menghiraukan suara ayah yang memanggil manggil namaku. Aku terus berlari dan berlari.
Aku tak pernah menyangka ternyata selama ini aku salah selalu membela ayah. aku selalu menganggapnya bijaksana, panutan hidupku, ternyata aku salah telah membanggakanya. Dan kesalahanku yang tak pernah aku maafin adalah kesalahanku yang selama ini telah membenci bunda. Selama ini aku selalu membuat bunda menangis, membuat bunda terluka karena sikapku. Bunda, maafkan dara yang selama ini tlah membenci bunda. Tuhan, maafkan kesalahan dara yang membenci bunda.
Aku terus berlari menuju rumah dengan penuh penyesalan dan kekecewaan. Air mataku tak henti-hentinya mengalir. Hingga aku sampai didepan rumah, aku langsung berlari menuju bunda dan memeluk bunda erat-erat.
“bunda, maafkan dara”. .

1 komentar:

  1. Casino Bonus - Deposit/withdrawal and Withdrawal Methods
    Looking for the most comprehensive guide to Casino 검증사이트 Bonus - Deposit/withdrawal and Withdrawal 블랙잭 Methods? Find out here 저녁 메뉴 추천 룰렛 how and where 비트 코인 게임 to start 카지

    BalasHapus